Membela, Di kamus bahasa Indonesia membela diartikan menjadi:
be·la ark v, mem·be·la v 1 menjaga baik-baik; memelihara; merawat: dia - ibunya yg sakit dng sabar; ibulah yg paling berjasa - kita sejak kecil; 2 melepaskan dr bahaya; menolong: untunglah ia masih dapat - jiwa perempuan yg malang itu;
pem·be·la n orang yg merawat;
Dapat disimpulkan dari kata di atas, orang yang membela berarti memiliki kekuatan melebihi sesuatu yang dibelanya.
Membela TUHAN atau agama
Bila seseorang dengan bangganya dapat berkata: “Aku membela TUHAN-ku” atau “Aku membela agamaku”, sesungguhnya ia menghujat atau memperkecil TUHAN atau agamanya. Mengapa demikian? Karena konsep berpikir dari orang tersebut meletakkan dirinya lebih besar dari TUHAN atau agamanya, dengan demikian dia seolah-olah menyatakan bahwa ia mampu melebihi TUHAN maupun agamanya.
Ironis bukan? Orang yang berkata membela seperti di atas sesungguhnya adalah orang yang paling tidak beriman terhadap ajaran agamanya karena ia menganggap TUHAN-nya tidak berkuasa atas perkara tersebut hingga IA perlu pembelaan dalam perkara itu. Atau agamanya seolah-olah tidak mampu untuk berbuat apa-apa tanpa dirinya. Jika demikian halnya, apa perlunya orang lain menghargai ajaran yang ia anut maupun TUHAN yang ia sembah?
Q & A
Q : Bukankah kita tidak boleh diam jika agama/kepercayaan kita dihina/dicela? Banci amat donk kalau cuma diam-diam aja?
A : Kalau kamu balas menghina mereka, apa bedanya kalian sama mereka? Bukankah penghakiman adalah urusan Tuhan? Mengapa kita sok saling menghakimi, padahal kita sendiri belum tentu benar?
Q : Bukankah kita harus membela Tuhan terlebih dahulu baru Tuhan akan menolong kita? Keajaiban dan pertolongan Tuhan itu ga gratis gan...
A : Apakah nafas kehidupan manusia tidak termasuk kedalam kejaiban Tuhan? Lihatlah ke sekelilingmu,
- Bukankah Orang yang paling suci dan paling bejat yang kamu kenal, keduanya diberi nafas kehidupan oleh Tuhan?
- Bukankah Orang paling taat melaksanakan ibadah sesuai agamamu, dan orang paling kafir yang kamu kenal keduanya diberi nafas kehidupan juga?
Tuhan tidak pernah meminta kita untuk membelanya! Tuhan dapat menolong orang-orang yang berkenan di hadapannya, yaitu orang-orang yang menuruti firmannya untuk mengasihi satu sama lain.
-Jika Tuhan berkehendak, bukankah orang paling jahat pun dapat bertobat menjadi orang paling baik?
-Bukankah mukjizat dan kuasa Tuhan berlaku untuk semua mahluk, bukan hanya pada satu agama spesifik?
-Bukankah terdapat rencana Tuhan dibalik masing-masing orang?
Kenapa kita berbuat seolah-olah kita membatasi kuasa Tuhan, yang Maha Kuasa, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang?
Silahkan lihat kutipan dari Al Quran dan Injil berikut ini:"Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (Yunus:99-100)
Injil : Mat. 5:43-48
Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.
Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.
Q : Bukankah kita berbuat kebaikan bagi Tuhan, jika kita menyingkirkan manusia-manusia kafir dari muka bumi?
A : Berbuat kebaikan dari mana?! Apakah kamu sadar, yang sedang kamu sakiti, dan kamu aniaya adalah sama-sama CIPTAAN TUHAN? Bukankah Tuhan mempunyai maksud dengan menciptakan masing-masing manusia di dunia ini? Lalu mengapa kalian bahkan masih MENGANIAYA CIPTAAN TUHAN DENGAN MENGATAS NAMAKAN TUHAN MASING-MASING?
Q : Bagaimana kalau tidak dibela, nanti kan ajaran agama Tuhan yang saya anggap benar bisa hilang dari muka bumi
A : Sekali lagi, mengapa anda MEREMEHKAN KUASA TUHAN? Jika Tuhan Yang Maha Kuasa itu sudah berfirman, dan Dia-lah yang berkuasa atas seluruh bumi, tentu ajaran-Nya tidak mungkin hilang, bahkan akan selalu bertambah jumlah pengikutnya.
Q : Ah ini semua cuma teori lu aja, emangnya lu sanggup?
A : YA, GW SANGGUP! Dan banyak orang lain selain gw yang sanggup, dan gw berharap yg baca trit ini bakal berubah dan menghargai satu sama lain.
SATU-SATUNYA YANG DIPERLUKAN DALAM KEHIDUPAN BERAGAMA DI NEGARA INI ADALAH SALING TOLERANSI SATU SAMA LAIN
be·la ark v, mem·be·la v 1 menjaga baik-baik; memelihara; merawat: dia - ibunya yg sakit dng sabar; ibulah yg paling berjasa - kita sejak kecil; 2 melepaskan dr bahaya; menolong: untunglah ia masih dapat - jiwa perempuan yg malang itu;
pem·be·la n orang yg merawat;
Dapat disimpulkan dari kata di atas, orang yang membela berarti memiliki kekuatan melebihi sesuatu yang dibelanya.
Membela TUHAN atau agama
Bila seseorang dengan bangganya dapat berkata: “Aku membela TUHAN-ku” atau “Aku membela agamaku”, sesungguhnya ia menghujat atau memperkecil TUHAN atau agamanya. Mengapa demikian? Karena konsep berpikir dari orang tersebut meletakkan dirinya lebih besar dari TUHAN atau agamanya, dengan demikian dia seolah-olah menyatakan bahwa ia mampu melebihi TUHAN maupun agamanya.
Ironis bukan? Orang yang berkata membela seperti di atas sesungguhnya adalah orang yang paling tidak beriman terhadap ajaran agamanya karena ia menganggap TUHAN-nya tidak berkuasa atas perkara tersebut hingga IA perlu pembelaan dalam perkara itu. Atau agamanya seolah-olah tidak mampu untuk berbuat apa-apa tanpa dirinya. Jika demikian halnya, apa perlunya orang lain menghargai ajaran yang ia anut maupun TUHAN yang ia sembah?
Q & A
Q : Bukankah kita tidak boleh diam jika agama/kepercayaan kita dihina/dicela? Banci amat donk kalau cuma diam-diam aja?
A : Kalau kamu balas menghina mereka, apa bedanya kalian sama mereka? Bukankah penghakiman adalah urusan Tuhan? Mengapa kita sok saling menghakimi, padahal kita sendiri belum tentu benar?
Q : Bukankah kita harus membela Tuhan terlebih dahulu baru Tuhan akan menolong kita? Keajaiban dan pertolongan Tuhan itu ga gratis gan...
A : Apakah nafas kehidupan manusia tidak termasuk kedalam kejaiban Tuhan? Lihatlah ke sekelilingmu,
- Bukankah Orang yang paling suci dan paling bejat yang kamu kenal, keduanya diberi nafas kehidupan oleh Tuhan?
- Bukankah Orang paling taat melaksanakan ibadah sesuai agamamu, dan orang paling kafir yang kamu kenal keduanya diberi nafas kehidupan juga?
Tuhan tidak pernah meminta kita untuk membelanya! Tuhan dapat menolong orang-orang yang berkenan di hadapannya, yaitu orang-orang yang menuruti firmannya untuk mengasihi satu sama lain.
-Jika Tuhan berkehendak, bukankah orang paling jahat pun dapat bertobat menjadi orang paling baik?
-Bukankah mukjizat dan kuasa Tuhan berlaku untuk semua mahluk, bukan hanya pada satu agama spesifik?
-Bukankah terdapat rencana Tuhan dibalik masing-masing orang?
Kenapa kita berbuat seolah-olah kita membatasi kuasa Tuhan, yang Maha Kuasa, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang?
Silahkan lihat kutipan dari Al Quran dan Injil berikut ini:"Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (Yunus:99-100)
Injil : Mat. 5:43-48
Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.
Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.
Q : Bukankah kita berbuat kebaikan bagi Tuhan, jika kita menyingkirkan manusia-manusia kafir dari muka bumi?
A : Berbuat kebaikan dari mana?! Apakah kamu sadar, yang sedang kamu sakiti, dan kamu aniaya adalah sama-sama CIPTAAN TUHAN? Bukankah Tuhan mempunyai maksud dengan menciptakan masing-masing manusia di dunia ini? Lalu mengapa kalian bahkan masih MENGANIAYA CIPTAAN TUHAN DENGAN MENGATAS NAMAKAN TUHAN MASING-MASING?
Q : Bagaimana kalau tidak dibela, nanti kan ajaran agama Tuhan yang saya anggap benar bisa hilang dari muka bumi
A : Sekali lagi, mengapa anda MEREMEHKAN KUASA TUHAN? Jika Tuhan Yang Maha Kuasa itu sudah berfirman, dan Dia-lah yang berkuasa atas seluruh bumi, tentu ajaran-Nya tidak mungkin hilang, bahkan akan selalu bertambah jumlah pengikutnya.
Q : Ah ini semua cuma teori lu aja, emangnya lu sanggup?
A : YA, GW SANGGUP! Dan banyak orang lain selain gw yang sanggup, dan gw berharap yg baca trit ini bakal berubah dan menghargai satu sama lain.
SATU-SATUNYA YANG DIPERLUKAN DALAM KEHIDUPAN BERAGAMA DI NEGARA INI ADALAH SALING TOLERANSI SATU SAMA LAIN
Tambahan:
Tiap kali ada orang yang mati-matian membela agamanya—Tuhannya—dan menyerang agama ataupun sekte lain sebagai sesat, kafir, dlsb-nya, saya kembali teringat Gus Dur. Ia tentunya sangat jengah dengan orang-orang model ini, walau mestinya mereka seiman dengannya. Heran. Kok mesti dengan kekerasan membela Tuhan? Dengan bakar-bakar? Dengan gebuk-gebukan? Padahal, “Tuhan tak perlu dibela” kata Gus Dur yakin.
Ya, Tuhan memang tak perlu dibela. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Tempo (bisa dibaca di wahidinstitute.org), Gus Dur menulis uraiannya tentang ketidakperluan kita membela Tuhan. Dengan mantap ia menulis: “Allah itu Maha Besar. Ia tidak perlu memerlukan pembuktian akan kebesaran-Nya. Ia Maha Besar karena Ia ada. Apa yang diperbuat orang atas diri-Nya, sama sekali tidak ada pengaruhnya atas wujud-Nya dan atas kekuasaan-Nya.”
Lanjutnya dalam artikel itu: “ Allah tidak perlu disesali kalau ia “menyulitkan” kita. Juga tidak perlu dibela kalau orang menyerang hakikat-Nya. Yang ditakuti berubah adalah persepsi manusia atas hakikat Allah, dengan kemungkinan kesulitan yang diakibatkannya.”
Lalu Gus Dur menyimpulkan bahwa Tuhan tidak perlu dibela, walaupun juga tidak menolak dibela. Berarti atau tidaknya pembelaan, akan kita lihat dalam perkembangan di masa depan.
Dengan pijakan-pijakan ini kemudian yang dilakukan Gus Dur dalam kehidupannya bukanlah membela Tuhan, tapi membela kaum minoritas yang seringkali tertindas oleh mayoritas. Tuhan tak perlu dibela, yang harus dibela adalah umatnya—yang tak mendapatkan keadilan. Tak heran kemudian ia membela kaum transgender, minoritas China, orang-orang yang berpaham komunis, dan lain kelompok terpinggirkan lainnya. Ia membela Tuhan dengan membela ummatnya yang menjadi korban kedzaliman.
Cerita menarik tentang penghinaan terhadap Tuhan :Suatu hari ada seorang pengembara di sebuah padang yang sangat luas dalam kondisi sudah sangat lelah dan membutuhkan tempat peristirahatan. Untungnya, setelah berjalan beberapa lama, dia menemukan sebuah rumah yang dengan lampu yang menyala, menandakan ada orang di rumah tersebut.
Sang pengembara pun mengetuk pintu dan meminta tolong pada sang pemilik rumah agar diizinkan tinggal 1 malam di rumah tersebut. Kebetulan, yang tinggal di rumah tersebut adalah seorang pemeluk agama yang baik dan sangat taat, yang langsung memberi pertolongan pada pengembara tersebut, bahkan mengajaknya makan bersamanya. Sang pengembara pun menerima ajakan itu dengan senang hati.
Sebelum makan, sang pemilik rumah pun mengajak pengembara untuk berdoa. Tiba-tiba sang pengembara berkata dengan suara keras : "Saya sama sekali tidak percaya akan keberadaan Tuhan! Hah, sudah 28 tahun ini saya pergi ke berbagai tempat dan tidak pernah saya temukan 1 bukti pun kalau dia ada. Bahkan, ketika saya mencobai dan menghinanya, dia tidak merespon sama sekali, seperti ini!..." Dia berbicara terus sambil menghina Tuhan.
Sang pemilik rumah pun akhirnya tidak tahan dengan omongan sang pengembara, menjadi sangat marah, dan mengusirnya keluar rumah. Di malam itu, Tuhan berbicara dengan sang pemilik rumah dalam mimpinya.
Tuhan bertanya : "Hai Andi (nama pemilik rumah), mengapakah kau menolak memberi tumpangan pada pengembara itu? Bukankah kau tahu, akan sangat berbahaya bermalam di luar, karena di padang ini banyak binatang buas?
Andi : "Ya, Tuhan, tapi pengembara tersebut sangat kurang ajar dan menghina Dirimu serta ajaranmu, maka hamba memutuskan untuk memberinya pelajaran."
Tuhan : "Hai Andi, Bahkan Aku pun telah bersabar mendengar segala hinaan dan cacian yang dia lontarkan kepada diriku selama 28 tahun ini, dan aku masih tetap mengasihinya, dengan tetap memberinya nafas kehidupan setiap hari, karena dia adalah ciptaanku. Apa hakmu untuk berbuat jahat kepadanya?
Semoga cerita tadi membuka pengertian agan2 sekalian
Quote:
Sikap Agung Rasulullah Menghadapi Pembenci Islam
Suatu hari Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah, ‘’Wahai Rasulullah, pernahkah engkau mengalami hari yang lebih buruk dari Perang Uhud?’’ Rasulullah menjawab, ‘’Suatu hari aku pernah menemui kaum yang sangat kejam yang belum pernah aku temui, yaitu hari di mana aku menemui kaum kampung aqobah (di Thaif), ketika aku ingin menemui (untuk meminta perlindungan, sekaligus menyebarkan islam) Ibnu Abi Yalil bin Abdi Kulal (salah satu pembesar di Thaif), tetapi dia tidak memenuhi keinginanku, lalu aku pulang dalam keadaan wajahku berdarah (karena perlakuan warganya yang melempaliranya dengan batu). Ketika aku berhenti di Qarnul Tsa’alib (Miqat Qarnul Manajil), aku melihat ke atas dan awan memayungiku sehingga aku merasa teduh. Lalu, aku melihat Jibril memanggilku, seraya berkata: ‘’Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan (hinaan) kaummu dan penolakan mereka kepadamu. Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung terhadapmu.’’
‘’Ya Muhammad,’’ sahut malaikat penjaga gunung. ‘’Jika engkau mau supaya aku melipatkan Akhsyabain (dua gunung di Makkahm, yaitu gunung Abi Qubaisy dan gunung yang menghadapnya) ini di atas mereka, niscaya akan aku lakukan.’’ Namun, Rasulullah SAW malah berdoa (tidak ada sedikit pun keinginan untuk membalasnya). Bahkan, aku berharap mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari tulang rusuk mereka (keturunan) yang menyembah Allah yang Esa dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun (HR Bukhari Muslim).
Dari kisah di atas, banyak pelajar yang bisa kita renungkan. Pertama, ketika cacian dan perlakuan tidak manusiawi datang menghadapi Rasulullah, maka yang dikedepankan oleh beliau bukan dengan kembali mencaci, tapi dengan menunjukkan sikap baik.
Secara tidak langsung ini adalah dakwah terhadap mereka yang membenci Islam. Terbukti akhlak baik Rasulullah dan sahabatnya telah mengantarkan Islam bisa tersebar luas dengan waktu yang singkat. Dengan ini maka umat Islam dituntut lebih memperbaiki lagi akhlaknya sehingga yang membenci tahu akan keagungan umat Islam.
Kedua, umat Islam harus senantiasa introspeksi, apakah kita pernah menjelaskan tentang Islam kepada orang-orang yang menghina Islam? Karena boleh jadi mereka membenci Islam karena belum tahu tentang hakikat Islam.
Jika belum, maka kita harus memberikan penjelasan tentang Islam dengan berbagai pendekatan. Kalau Rasulullah dahulu suka memberikan surat-surat yang ditujukan kepada para raja, maka sekarang pun kita bisa berdakwah lewat buku, dengan menerjemahkan karya-karya Islam ke dalam bahasa yang dipakai Barat. Atau bisa dengan pendekatan seni dan budaya yang lebih bisa diterima oleh mereka.
Ketiga, mungkin ini yang luput dari kita selama ini, yaitu mendoakan mereka untuk mendapatkan pintu hidayah. Rasulullah SAW tahu bahwa berdakwah saja tidak cukup. Hidayah adalah urusan Allah maka jalan terbaik untuk memintanya adalah dengan doa. Wallahu a`lam bi as-showab
sumber = http://www.republika.co.id/berita/du...pembenci-islam
Sedikit cerita bagus dari teman2 yang beragama BuddhaSuatu hari terjadi pembakaran patung Buddha oleh sekelompok orang yang tak dikenal didepan sebuah tempat ibadah. Kebetulan ada seorang umat Buddha yang menyaksikan peristiwa itu. Ia marah tapi tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menyaksikan dalam diam dan menangis dalam hati. Pada malam harinya saat bersembahyang bersujud didepan altar patung Buddha , ia melaporkan peristiwa pembakaran patung Buddha, dan memohon agar Buddha memberikan pelajaran kepada para pelaku pembakaran itu. Tapi jawaban apa yang ia dapatkan?
Buddha menampakkan diri dengan senyuman yang mengembang penuh welas asih dan berkata “Mengapa engkau harus marah dan Aku harus memberi pelajaran kepada mereka yang melakukan pembakaran patung Buddha itu? Apabila Buddha ada dihatimu, bagaimana mereka dapat membakar Buddha yang ada dihatimu? Janganlah marah dan membenci mereka, apalagi harus menghukum mereka. Dalam rasa marah dan benci yang mereka miliki saat melakukan pembakaran , sesungguhnya mereka sudah mendapat hukumannya . Karena telah mencederai nuraninya sendiri. Walaupun mereka membakar patungKu, apakah Aku ikut terbakar juga? Aku tidak akan terbakar sama sekali, walaupun itu dilakukan beribu kali.”
Tiba-tiba umat ini tersadarkan seketika itu. “Ya, mengapa aku harus marah dan membenci mereka? Kalau memang Buddha itu sudah ada dihatiku, seharusnya aku mengasihi mereka! Karena siapapun yang telah memiliki hati Buddha, tidak mungkin akan menyimpan kemarahan dan kebencian! Oh, maafkan aku Buddha, dan terimakasih telah menyadarkan aku dalam kesesatan! Ternyata selama ini aku hanya jadi pemeluk agama Buddha dan Buddha itu baru sampai pada kulitku saja! “
Demikian kiranya, kita akan gampang menjadi marah kalau agama yang kita yakini hanya sampai dipermukaan, pada saat ada yang menghina . Kemarahan akan kita lampiaskan kepada yang menghina . Sebenarnya hal ini akan menunjukkan sampai dimana tingkat keimanan kita. Yang terjadi selalu ada pembenaran , bahwa kita memang pantas marah saat ada yang menghina agama kita. Apalagi ini menyangkut masalah harga diri .Patung Buddha bukan untuk disembah atau dijadikan objek meminta-minta,tetapi direnungi jasa kebajikan yang dilakukan Sang Buddha dan dihormati.Sujud dan pembacaan paritta di hadapan patung itu bukanlah ajaran Sang Buddha,tetapi tradisi orang India dan saat Buddhisme masuk ke Yunani.Di zaman Sang Buddha,tidak ada patung dan tidak ada pembacaan mantra gaib.Kita harus bisa membedakan mana itu tradisi dan mana ajaran Buddha.
Tetapi apabila agama itu sudah sampai atau mencapai hati kita, pastilah kemarahan dan kebencian itu tak akan ada lagi, karena ia telah berubah menjadi cinta kasih . Yang adalah akan timbul hati yang mengasihi dan mendoakan mereka yang telah menghina, karena sesungguhnya orang-orang itu memang pantas dikasihani karena telah melakukan kesalahan yang besar. Jadi tak perlu kita menyalahkan lagi, apabila kita sudah mengerti.
Mengampuni dan mengasihi adalah esensi dari setiap ajaran agama. Apabila hal ini bisa kita laksanakani bersama, surga akan tercipta di bumi ini. Dhamma sebagai ajaran Buddha akan selalu hidup di hatiku dan semoga pelangi kasih Dhamma selalu terukir di hatiku dan awan kemuliaan Buddha selalu ada di lubuk hatiku untuk hari ini dan selama-lamanya.
Tuhan bukan anak kecil yang perlu dibela, justru manusia yang perlu dibela oleh Tuhan
Tiap kali ada orang yang mati-matian membela agamanya—Tuhannya—dan menyerang agama ataupun sekte lain sebagai sesat, kafir, dlsb-nya, saya kembali teringat Gus Dur. Ia tentunya sangat jengah dengan orang-orang model ini, walau mestinya mereka seiman dengannya. Heran. Kok mesti dengan kekerasan membela Tuhan? Dengan bakar-bakar? Dengan gebuk-gebukan? Padahal, “Tuhan tak perlu dibela” kata Gus Dur yakin.
Ya, Tuhan memang tak perlu dibela. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Tempo (bisa dibaca di wahidinstitute.org), Gus Dur menulis uraiannya tentang ketidakperluan kita membela Tuhan. Dengan mantap ia menulis: “Allah itu Maha Besar. Ia tidak perlu memerlukan pembuktian akan kebesaran-Nya. Ia Maha Besar karena Ia ada. Apa yang diperbuat orang atas diri-Nya, sama sekali tidak ada pengaruhnya atas wujud-Nya dan atas kekuasaan-Nya.”
Lanjutnya dalam artikel itu: “ Allah tidak perlu disesali kalau ia “menyulitkan” kita. Juga tidak perlu dibela kalau orang menyerang hakikat-Nya. Yang ditakuti berubah adalah persepsi manusia atas hakikat Allah, dengan kemungkinan kesulitan yang diakibatkannya.”
Lalu Gus Dur menyimpulkan bahwa Tuhan tidak perlu dibela, walaupun juga tidak menolak dibela. Berarti atau tidaknya pembelaan, akan kita lihat dalam perkembangan di masa depan.
Dengan pijakan-pijakan ini kemudian yang dilakukan Gus Dur dalam kehidupannya bukanlah membela Tuhan, tapi membela kaum minoritas yang seringkali tertindas oleh mayoritas. Tuhan tak perlu dibela, yang harus dibela adalah umatnya—yang tak mendapatkan keadilan. Tak heran kemudian ia membela kaum transgender, minoritas China, orang-orang yang berpaham komunis, dan lain kelompok terpinggirkan lainnya. Ia membela Tuhan dengan membela ummatnya yang menjadi korban kedzaliman.
Cerita menarik tentang penghinaan terhadap Tuhan :Suatu hari ada seorang pengembara di sebuah padang yang sangat luas dalam kondisi sudah sangat lelah dan membutuhkan tempat peristirahatan. Untungnya, setelah berjalan beberapa lama, dia menemukan sebuah rumah yang dengan lampu yang menyala, menandakan ada orang di rumah tersebut.
Sang pengembara pun mengetuk pintu dan meminta tolong pada sang pemilik rumah agar diizinkan tinggal 1 malam di rumah tersebut. Kebetulan, yang tinggal di rumah tersebut adalah seorang pemeluk agama yang baik dan sangat taat, yang langsung memberi pertolongan pada pengembara tersebut, bahkan mengajaknya makan bersamanya. Sang pengembara pun menerima ajakan itu dengan senang hati.
Sebelum makan, sang pemilik rumah pun mengajak pengembara untuk berdoa. Tiba-tiba sang pengembara berkata dengan suara keras : "Saya sama sekali tidak percaya akan keberadaan Tuhan! Hah, sudah 28 tahun ini saya pergi ke berbagai tempat dan tidak pernah saya temukan 1 bukti pun kalau dia ada. Bahkan, ketika saya mencobai dan menghinanya, dia tidak merespon sama sekali, seperti ini!..." Dia berbicara terus sambil menghina Tuhan.
Sang pemilik rumah pun akhirnya tidak tahan dengan omongan sang pengembara, menjadi sangat marah, dan mengusirnya keluar rumah. Di malam itu, Tuhan berbicara dengan sang pemilik rumah dalam mimpinya.
Tuhan bertanya : "Hai Andi (nama pemilik rumah), mengapakah kau menolak memberi tumpangan pada pengembara itu? Bukankah kau tahu, akan sangat berbahaya bermalam di luar, karena di padang ini banyak binatang buas?
Andi : "Ya, Tuhan, tapi pengembara tersebut sangat kurang ajar dan menghina Dirimu serta ajaranmu, maka hamba memutuskan untuk memberinya pelajaran."
Tuhan : "Hai Andi, Bahkan Aku pun telah bersabar mendengar segala hinaan dan cacian yang dia lontarkan kepada diriku selama 28 tahun ini, dan aku masih tetap mengasihinya, dengan tetap memberinya nafas kehidupan setiap hari, karena dia adalah ciptaanku. Apa hakmu untuk berbuat jahat kepadanya?
Semoga cerita tadi membuka pengertian agan2 sekalian
Quote:
Sikap Agung Rasulullah Menghadapi Pembenci Islam
Suatu hari Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah, ‘’Wahai Rasulullah, pernahkah engkau mengalami hari yang lebih buruk dari Perang Uhud?’’ Rasulullah menjawab, ‘’Suatu hari aku pernah menemui kaum yang sangat kejam yang belum pernah aku temui, yaitu hari di mana aku menemui kaum kampung aqobah (di Thaif), ketika aku ingin menemui (untuk meminta perlindungan, sekaligus menyebarkan islam) Ibnu Abi Yalil bin Abdi Kulal (salah satu pembesar di Thaif), tetapi dia tidak memenuhi keinginanku, lalu aku pulang dalam keadaan wajahku berdarah (karena perlakuan warganya yang melempaliranya dengan batu). Ketika aku berhenti di Qarnul Tsa’alib (Miqat Qarnul Manajil), aku melihat ke atas dan awan memayungiku sehingga aku merasa teduh. Lalu, aku melihat Jibril memanggilku, seraya berkata: ‘’Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan (hinaan) kaummu dan penolakan mereka kepadamu. Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung terhadapmu.’’
‘’Ya Muhammad,’’ sahut malaikat penjaga gunung. ‘’Jika engkau mau supaya aku melipatkan Akhsyabain (dua gunung di Makkahm, yaitu gunung Abi Qubaisy dan gunung yang menghadapnya) ini di atas mereka, niscaya akan aku lakukan.’’ Namun, Rasulullah SAW malah berdoa (tidak ada sedikit pun keinginan untuk membalasnya). Bahkan, aku berharap mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari tulang rusuk mereka (keturunan) yang menyembah Allah yang Esa dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun (HR Bukhari Muslim).
Dari kisah di atas, banyak pelajar yang bisa kita renungkan. Pertama, ketika cacian dan perlakuan tidak manusiawi datang menghadapi Rasulullah, maka yang dikedepankan oleh beliau bukan dengan kembali mencaci, tapi dengan menunjukkan sikap baik.
Secara tidak langsung ini adalah dakwah terhadap mereka yang membenci Islam. Terbukti akhlak baik Rasulullah dan sahabatnya telah mengantarkan Islam bisa tersebar luas dengan waktu yang singkat. Dengan ini maka umat Islam dituntut lebih memperbaiki lagi akhlaknya sehingga yang membenci tahu akan keagungan umat Islam.
Kedua, umat Islam harus senantiasa introspeksi, apakah kita pernah menjelaskan tentang Islam kepada orang-orang yang menghina Islam? Karena boleh jadi mereka membenci Islam karena belum tahu tentang hakikat Islam.
Jika belum, maka kita harus memberikan penjelasan tentang Islam dengan berbagai pendekatan. Kalau Rasulullah dahulu suka memberikan surat-surat yang ditujukan kepada para raja, maka sekarang pun kita bisa berdakwah lewat buku, dengan menerjemahkan karya-karya Islam ke dalam bahasa yang dipakai Barat. Atau bisa dengan pendekatan seni dan budaya yang lebih bisa diterima oleh mereka.
Ketiga, mungkin ini yang luput dari kita selama ini, yaitu mendoakan mereka untuk mendapatkan pintu hidayah. Rasulullah SAW tahu bahwa berdakwah saja tidak cukup. Hidayah adalah urusan Allah maka jalan terbaik untuk memintanya adalah dengan doa. Wallahu a`lam bi as-showab
sumber = http://www.republika.co.id/berita/du...pembenci-islam
Sedikit cerita bagus dari teman2 yang beragama BuddhaSuatu hari terjadi pembakaran patung Buddha oleh sekelompok orang yang tak dikenal didepan sebuah tempat ibadah. Kebetulan ada seorang umat Buddha yang menyaksikan peristiwa itu. Ia marah tapi tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menyaksikan dalam diam dan menangis dalam hati. Pada malam harinya saat bersembahyang bersujud didepan altar patung Buddha , ia melaporkan peristiwa pembakaran patung Buddha, dan memohon agar Buddha memberikan pelajaran kepada para pelaku pembakaran itu. Tapi jawaban apa yang ia dapatkan?
Buddha menampakkan diri dengan senyuman yang mengembang penuh welas asih dan berkata “Mengapa engkau harus marah dan Aku harus memberi pelajaran kepada mereka yang melakukan pembakaran patung Buddha itu? Apabila Buddha ada dihatimu, bagaimana mereka dapat membakar Buddha yang ada dihatimu? Janganlah marah dan membenci mereka, apalagi harus menghukum mereka. Dalam rasa marah dan benci yang mereka miliki saat melakukan pembakaran , sesungguhnya mereka sudah mendapat hukumannya . Karena telah mencederai nuraninya sendiri. Walaupun mereka membakar patungKu, apakah Aku ikut terbakar juga? Aku tidak akan terbakar sama sekali, walaupun itu dilakukan beribu kali.”
Tiba-tiba umat ini tersadarkan seketika itu. “Ya, mengapa aku harus marah dan membenci mereka? Kalau memang Buddha itu sudah ada dihatiku, seharusnya aku mengasihi mereka! Karena siapapun yang telah memiliki hati Buddha, tidak mungkin akan menyimpan kemarahan dan kebencian! Oh, maafkan aku Buddha, dan terimakasih telah menyadarkan aku dalam kesesatan! Ternyata selama ini aku hanya jadi pemeluk agama Buddha dan Buddha itu baru sampai pada kulitku saja! “
Demikian kiranya, kita akan gampang menjadi marah kalau agama yang kita yakini hanya sampai dipermukaan, pada saat ada yang menghina . Kemarahan akan kita lampiaskan kepada yang menghina . Sebenarnya hal ini akan menunjukkan sampai dimana tingkat keimanan kita. Yang terjadi selalu ada pembenaran , bahwa kita memang pantas marah saat ada yang menghina agama kita. Apalagi ini menyangkut masalah harga diri .Patung Buddha bukan untuk disembah atau dijadikan objek meminta-minta,tetapi direnungi jasa kebajikan yang dilakukan Sang Buddha dan dihormati.Sujud dan pembacaan paritta di hadapan patung itu bukanlah ajaran Sang Buddha,tetapi tradisi orang India dan saat Buddhisme masuk ke Yunani.Di zaman Sang Buddha,tidak ada patung dan tidak ada pembacaan mantra gaib.Kita harus bisa membedakan mana itu tradisi dan mana ajaran Buddha.
Tetapi apabila agama itu sudah sampai atau mencapai hati kita, pastilah kemarahan dan kebencian itu tak akan ada lagi, karena ia telah berubah menjadi cinta kasih . Yang adalah akan timbul hati yang mengasihi dan mendoakan mereka yang telah menghina, karena sesungguhnya orang-orang itu memang pantas dikasihani karena telah melakukan kesalahan yang besar. Jadi tak perlu kita menyalahkan lagi, apabila kita sudah mengerti.
Mengampuni dan mengasihi adalah esensi dari setiap ajaran agama. Apabila hal ini bisa kita laksanakani bersama, surga akan tercipta di bumi ini. Dhamma sebagai ajaran Buddha akan selalu hidup di hatiku dan semoga pelangi kasih Dhamma selalu terukir di hatiku dan awan kemuliaan Buddha selalu ada di lubuk hatiku untuk hari ini dan selama-lamanya.
Tuhan bukan anak kecil yang perlu dibela, justru manusia yang perlu dibela oleh Tuhan